A. Definisi Konflik
Konflik berasal dari
kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara
sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau
lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak
lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Stoner dan
Freeman(1989:392) membagi pandangan menjadi dua bagian, yaitu pandangan
tradisional (Old view) dan pandangan modern (Current View):
a. Pandangan tradisional.
Pandangan
tradisional menganggap bahwa konflik dapat dihindari. Hal ini disebabkan konflik
dapat mengacaukan organisasi dan mencegah pencapaian tujuan yang optimal. Oleh
karena itu, untuk mencapai tujuan yang optimal, konflik harus dihilangkan.
Konflik biasanya disebabkan oleh kesalahan manajer dalam merancang dan memimpin
organisasi. Dikarenakan kesalahan ini, manajer sebagai pihak manajemen bertugas
meminimalisasikan konflik.
b. Pandangan modern.
Konflik
tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan banyak faktor, antara lain struktur
organisasi, perbedaan tujuan, persepsi, nilai – nilai, dan sebagainya. Konflik
dapat mengurangi kinerja organisasi dalam berbagai tingkatan. Jika terjadi
konflik, manajer sebagai pihak manajemen bertugas mengelola konflik sehingga
tercipta kinerja yang optimal untuk mencapai tujuan bersama.
B. Jenis-jenis konflik
a. Konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan - peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)).
b. Konflik antara kelompok-kelompok
sosial (antar keluarga, antar gank).
c. Konflik kelompok terorganisir dan
tidak terorganisir (polisi melawan massa).
d. Konflik antar satuan nasional
(kampanye, perang saudara).
e. Konflik antar atau tidak antar
agama.
f. Konflik
antar politik.konflik individu dengan kelompok.
C.
Proses Konflik
Menurut
Robbins (1996) proses konflik terdiri dari lima tahap, yaitu:
a. Oposisi atau
ketidakcocokan potensial;
b. Kognisi dan
personalisasi;
c. Maksud;
d. Perilaku;
dan
e. Hasil.
Oposisi atau
ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang mencipta-kan kesempatan
untuk munculnya koinflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik,
tetapi salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi
tersebut dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel
pribadi. Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu
masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi dan
merangsang kesalahpahaman. Struktur
juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Struktur dalam hal ini meliputi:
ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggotatujuan, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok.
Variabel
pribadi juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Pernahkah kita mengalami
situasi ketika bertemu dengan orang langsung tidak menyukainya? Apakah itu
kumisnya, suaranya, pakaiannya dan sebagainya. Karakter pribadi yang mencakup
sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian, serta
perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik. Kognisi dan
personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing pihak
terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau lebih
akan eksistensi kondisi-kondisi yang menciptakan kesempatan untuk timbulnya
konflik. Bilamana hal ini terjadi dan berlanjut pada tingkan terasakan, yaitu
pelibatan emosional dalam suatu konflik yang akan menciptakan kecemasan,
ketegangan, frustasi dan pemusuhan. Maksudnya adalah keputusan untuk bertindak
dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak yang berkonflik. Maksud dari pihak
yang berkonflik ini akan tercermin atau terwujud dalam perilaku, walaupun tidak
selalu konsisten.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar