Sabtu, 26 November 2011

Hidup

Hidup? apa itu makna hidup? Tidak ada yang tau apa kata makna hidup yang sebenarnya kepadaku, karena memang arti dari hidup itu berbeda-beda dari setiap orang, ada yang bilang hidup itu adalah batu, air, matahari, sampai akhirnya salah satu ketika aku merealisasikannya dengan warna.

Mungkin seperti orang mengatakkan padaku, hidup itu indah. Proses memahami setiap gejala dan kejadian yang terjadi dalam hidup, adalah hal paling penting dalam mengartikan warna-warna kehidupan. Menemukan hikmah lalu kemudian bertahap memperbaiki atau mempertahankan keadaan tersebut pada sebuah keseimbangan yang diinginkan oleh perasaanku.

Sekian banyak warna dan kombinasinya, beberapa ada yang sangat terekam jelas dalam benak. bahkan ketika pertama kali kita menatap dunia, beberapa hari kemudian otak ini merekam warna dari apa yang kita lihat, namun saat itu, jelas kita masih belum mengerti, apa makna masing-masing itu.

“Biru adalah warna kesukaanku” begitu sebut aku kepada Triana.

“Biru untukku lebih dari sekedar warna favoritku, dia itu lebih merealisasikan aku dengan alam sekitar, biru itu adalah langit, biru adalah laut, biru adalah fajar, biru itu adalah sapaan hangat di kalut senja.”Lanjutnya lagi.

“Biru itu adalah indahnya sebuah pertemuan dengan seorang gadis. Biru itu warna pakaian yang dipakai dalam pertemuan itu. Biru itu tatapan matanya yang tajam yang hanya terjadi sekali. Biru itu warna lidah yang parau saat harus kembali menatap wajahnya.”

“Sebut saja aku gila karena selalu menganalogikan semua hal dengan warna biru, terlebih hal-hal yang kusuka. Hati ini kusebut biru, begitupun darahnya yang mengalir disela-sela daging”.

“eh…warna kesukaan kamu apa?” begitu tanyaku kepada Triana.
“Aku suka warna orange kak, kenapa?” begitu jawabnya santai.
“orange? Kenapa harus orange? Padahal biru itu lebih indah.” Aku tampak heran namun ia berusaha memendamnya, tidak menanyakan alasannya.

Kesukaan terhadap warna biru dan orange adalah pandangan yang wajar. Pastinya akan ada yang suka dengan warna lain seperti hijau karena hijau itu menyejukan, atau kuning karena kuning itu perlambang sebuah kematangan hidup, atau warna lain dengan makna-makna yang terkandung di dalamnya.

Proses menjalani hidup itu penuh dengan kebahagiaan dan penderitaan. Fase dimana seseorang kadang lupa dengan hakekat kelahirannya di bumi. Dua hal di atas, kebahagiaan dan penderitaan sejatinya mengajarkan agar kita pandai bersyukur. Dengan demikian, warna-warna yang dihasilkan tentu akan terlihat cemerlang dan dinamis. Bayangkan manakala kita selalu terjebak dalam penyesalan sebuah penderitaan. Maka warna-warna yang dihasilkan pun tentu akan terlihat monoton, begitupun sebaliknya.
Kehidupan itu berputar seperti layaknya lingkaran. Perputaran yang terjadi bisa terjadi dengan sangat lambat bahkan bisa terasa sangat cepat. Putaran yang lambat ketika posisi sedang berada di atas tentu adalah hal yang menyenangkan. Namun sebaliknya, putaran yang lambat untuk mereka yang ada di bawah tentu adalah bencana.

“Eh Kak…terangin lagi dong tentang makna kehidupan itu” rayu Triana pada Kakak. Triana memang dekat dengan kakaknya itu. Ia merasa bahwa apapun yang diterangkan kakaknya ibarat sebuah ajaran dari guru pada muridnya. dan memang begitulah seharusnya seorang kakak, mengayomi adiknya.

“aku dan kehidupanku. Indah tentunya. Bukan karena setiap kejadian itu selalu menyenangkan, namun lebih pada setiap kejadian akhirnya menjadi sebuah pembelajaran hidup. Setiap rangkaian dan kombinasi warna-warna dari kejadian-kejadian tersebut akhirnya menghasilkan sebuah gambar yang syarat dengan makna. Gambarku belum usai, karena memang aku belum mati. Aku pun bahkan tidak mengetahui persis apakah gambar tersebut bisa menjadi sebuah gambar yang utuh atau tidak, karena aku jelas-jelas tidak tahu kapan ajal menjemput sukma.”

“Kakak jangan bilang begitu…aku jadi sedih” sahut Triana mendengar penjelasan kakaknya itu.
“Tidak ada yang salah dari sebuah kehidupan, sekalipun hanya berisi penderitaan, seperti kakak sekarang. Kamu hanya perlu merenung, apakah kehidupanmu telah memberikan arti untuk orang-orang sekitar, orang-orang yang menyayangi kamu. tinggalkan jejak-jejak agar kamu bisa diingat kelak, ketika kamu telah meninggalkan bumi dan satu fase lebih dekat pada pencipta-Mu.”

“Apakah kakak menyesal dengan keadaan ini, penderitaan ini?”
“Tidak adikku, tidak ada yang perlu disesali. Kakak yakin alloh itu selalu punya cara menguji umat-Nya, entah itu dengan kebahagiaan atau pun penderitaan. Kakak justru merasa ditunjukan jalan dengan keadaan ini. Dengan begini, kakak menjadi tahu, betapa berartinya sebuah kebahagiaan.”

“uhhhkkkhh…uhhhkkhhh” Kala menutup mulutnya dengan tangan dan kemudian menghela nafas panjang. “akh…udara sekitar sini memang tidak mengenakan, bau” sahutnya lagi.
“kak…apa itu yang ada ditangan? warna apa itu?” triana bangun dari duduknya dan kemudian medekati kala.

“ini warna merah Triana, warna darah, inilah salah satu warna kehidupan kita. darah ini ingin segera lepas daging sepertinya.”

“akh…kakak jangan becanda gitu…sebentar..aku panggil suster dulu ya…” Triana pun beranjak dan setengah berlari keluar mencari dokter.

“Bicara soal warna merah…aku jadi ingat dia, ya dia adalah Elfira…warna kesukaannya adalah merah. Walau demikian, meskipun ada perbedaan warna favorit antara kita, aku tetap suka dengan matanya itu. ya…perempuan cantik yang dulu pernah bertemu sekali denganku dan membuat aku sampai seperti ini . Kini aku tahu…kenapa dia suka warna merah. Warna darahku ternyata sama dengan warna kesukaannya, bukan biru seperti yang sering kubilang.”

Aku menyayangimu dengan segala keterbatasanku
Mengartikan setiap helaan nafasmu
Setiap kedipan matamu. aku harap…kita bisa bertemu lagi
Maka saat pertemuan itu...

Ya... Di pertemuan itu

Aku bangun dari kepatahan
Melewati malam, melampaui pandanganmu
Menembus matamu, merasuki hatimu...

Disaat itu...

Aku akan terangkan arti helaan nafasku.
Semua ini hanya tentang kamu yang pernah kutemui, sekali saja
Fira...