A. Definisi Empowerment
Empowerment adalah sebuah konsep pembangunan
ekonomi dan politik yang merangkum berbagai nilai sosial. Konsep ini
mencerminkan paradigma baru pembangunan yang bersifat “people centered,
participatory, empowering, and sustainable” (Chambers, 1988).
B. Kunci efektif Empowerment
Konsep
pemberdayaan (empowerment), menurut
Friedmann muncul karena adanya dua primise mayor, yaitu “kegagalan” dan
“harapan”. Kegagalan yang dimaksud adalah gagalnya model pembangunan ekonomi
dalam menanggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan,
sedangkan harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif pembangunan yang
memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender, peran antara generasi dan
pertumbuhan ekonomi yang memadai. Dengan dasar pandangan demikian, maka pemberdayaan
masyarakat erat kaitannya dengan peningkatan partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan pada masyarakat, sehingga pemberdayaan masyarakat
amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan dan pengamalan demokrasi.
Selanjutnya
Friedmann dalam Prijono dan Pranaka (1996) menyatakan bahwa kekuatan aspek
sosial ekonomi masyarakat menjadi akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu
suatu rumah tangga yaitu informasi, pengetahuan dan ketrampilan, partisipasi
dalam organisasi dan sumber-sumber keuangan, ada korelasi yang positif, bila
ekonomi rumah tangga tersebut meningkatk aksesnya pada dasar-dasar produksi
maka akan meningkat pula tujuan yang dicapai peningkatan akses rumah tangga
terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka.
C. Definisi Stres
Stres adalah suatu kondisi anda yang
dinamis saat seorang individu dihadapkan pada
peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress
adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri,
sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat.
D. Sumber stres
Sumber-sumber potensi stres:
a.
Faktor
lingkungan
Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres para karyawan dan organisasi. Perubahan dalam siklus bisnis
menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan pekerjaan
terancam maka
seseorang mulai khawatir ekonomi akan memburuk.
b. Faktor organisasi
Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan stres. Tekanan untuk menghindari
kesalahaan atau menyelesaikan tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang
berlebihan, atasan yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang
tidak menyenangkan adalah beberapa di antaranya. Hal ini dapat mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi
tuntutan tugas, peran, dan antarpribadi.
c. Faktor-faktor
Penyebab Stres Kerja (Stressor) Karyawan
Stres
kerja yang dialami seseorang dipengaruhi oleh faktor penyebab stres baik yang
berasal dari dalam pekerjaan maupun dari luar pekerjaan. Faktor penyebab stres
kerja yang dibahas dalam penelitian ini hanya faktor organisasional, yakni
faktor yang berasal dari dalam pekerjaan yang mencakup tuntutan tugas, tuntutan
peran, tuntutan hubungan antarpribadi, struktur organisasi, kepemimpinan
organisasi, dan tahap hidup organisasi.
Tuntutan tugas adalah faktor yang terkait dengan pekerjaan
seseorang. Tuntutan tersebut meliputi desain pekerjaan individual, kondisi
kerja, dan tata letak fisik pekerjaan. Sebagai contoh, bekerja di ruangan yang
terlalu sesak atau di lokasi yang selalu
terganggu oleh suara bising dapat meningkatkan kecemasan dan stres. Dengan
semakin pentingnya layanan pelanggan, pekerjaan yang menuntut faktor emosional bisa menjadi sumber stres.
Tuntutan peran berkaitan dengan tekanan yang diberikan kepada seseorang sebagai fungsi dari peran
tertentu yang dimainkannya dalam organisasi. Konflik
peran menciptakan ekspektasi yang mungkin sulit untuk diselesaikan atau
dipenuhi.
Tuntutan antarpribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh
karyawan. Tidak adanya dukungan dari kolega dan hubungan antarpribadi yang
buruk dapat meyebabkan stres, terutama di antara para karyawan yang memiliki
kebutuhan sosial yang tinggi.
d. Faktor pribadi
Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang. Survei
nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai kesulitan dalam hidup perkawinan,
retaknya hubungan, dan kesulitan masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah hubungan yang
menciptakan stres.
Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak
daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi karyawan
dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan. Studi terhadap tiga organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres yang
dilaporkan sebelum memulai pekerjaan sebagian besar merupakan varians dari
berbagai gejala stres yang dilaporkan sembilan bulan kemudian. Hal ini membawa
para peneliti pada kesimpulan bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan
kecenderungan inheren untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika kesimpulan ini benar, faktor individual
yang secara signifikan memengaruhi stres adalah sifat dasar seseorang. Artinya,
gejala stres yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal
dari kepribadian orang itu.
E.
Pendekatan stress
Sumber
pontensial stres memberikan informasi kepada manajemen perusahaan untuk
melaksanakan pendekatan individu terhadap organisasional dalam mengatasi
stres. Ada dua pendekatan dalam mengatasi stres, yaitu:
a. Pendekatan
individual
Seorang
karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat
stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif adalah:
1. Teknik
manajemen waktu
2. Meningkatkan
latihan fisik
3. Pelatihan
pengenduran (relaksasi)
4. Perluasan
jaringan dukungan sosial
b. Pendekatan
Organisasional
Beberapa
faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan peran, struktur
organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang digunakan:
1. Perbaikan
seleksi personil dan penempatan kerja
2. Penggunaan
penetapan tujuan yang realistis
3. Perancangan
ulang pekerjaan
4. Peningkatan
keterlibatan kerja
5. Perbaikan
komunikasi organisasi
6. Penegakkan
program kesejahteraan korporasi (Robbins, 2002: 311-312)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar